150 MILYAR ISLAMIC CENTER YANG SEHARUSNYA MENJADI SIMBOL KETAKWAAN & KEMULIAAN MALAH MENJADI MONUMEN KEGAGALAN MORAL BIROKRASI JAMBI

OLEH : IIN HABIBI

PENGAMAT KEBIJAKAN PUBLIK DAN POLITIK

 

Jambi-Pembangunan Islamic Center Provinsi Jambi, yang seyogyanya menjadi lambang spiritual dan kebangkitan keislaman daerah, justru berubah menjadi ikon kekecewaan publik. Bukan hanya karena kerusakan teknis seperti atap bocor, lantai granit terlepas, dan plafon jebol.

Tapi lebih dalam : karena dugaan penyimpangan sistemik dalam pengelolaan anggaran ratusan miliar rupiah dari APBD Provinsi Jambi.

Bukti kuat dari kegagalan manajemen proyek ini termaktub secara gamblang dalam Laporan Probity Audit Inspektorat Provinsi Jambi Nomor: LAP 700/703/ITPROV-3/XI/2024, yang mengungkap indikasi kelalaian dan pelanggaran prosedur sejak tahap kualifikasi lelang hingga eksekusi fisik.

Ini bukan sekadar kelalaian teknis — ini adalah gambaran klasik dari praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam proyek pemerintah.

FAKTA-FAKTA : BUKTI LEMAHNYA INTEGRITAS PROYEK

Berikut sejumlah temuan kunci dari audit tersebut yang menggambarkan lemahnya integritas dan profesionalisme:

1. Kualifikasi Tender Tidak Sesuai Aturano Beberapa BUMN seperti PT Waskita Karya dan PT Nindya Karya dinyatakan gugur karena dugaan konflik kepentingan yang tidak sesuai dengan fakta kepemilikan saham. PT Sinar Cerah Sempurna didiskualifikasi dengan dalih tidak relevan, padahal secara substansi telah menunjukkan dokumen subkontrak yang sah

2. Dua peserta lainnya digugurkan secara tidak sah dalam pascakualifikasi, Ini membuka dugaan bahwa penetapan pemenang tender telah direkayasa dan sarat intervensi, menyingkirkan pesaing dengan alasan yang tidak berdasar secara hukum.

3. Kesalahan Prosedural yang Serius Uang muka tidak dibayarkan tepat waktu. SPMK (Surat Perintah Mulai Kerja) dikeluarkan sebelum lokasi diserah terimakan.

4. Addendum kontrak dibuat tanpa dasar hukum berupa Surat Perintah Perubahan Pekerjaan.

5. Kontrak kritis tidak dijalankan sesuai syarat umum kontrak.Kegagalan administratif ini sangat fatal karena berpotensi menyebabkan pembayaran pekerjaan fiktif, molornya progres, dan hilangnya pengendalian mutu.

6. Pekerjaan Tidak Sesuai Ketentuan Pelaksanaan pekerjaan secara fisik disebut tidak sesuai dengan peraturanperundang undangan, tanpa penjelasan rinci dari PPK.

7. Dugaan manipulasi progres pekerjaan bisa berdampak pada kerugian negara dan pencairan anggaran yang tidak sah.

INDIKASI KKN: PELUANG INTERVENSI HUKUM

Gabungan antara tender yang tidak transparan, manajemen proyek yang tidak profesional, serta realisasi fisik yang cacat kualitas,menunjukkan bahwa proyek ini beraroma kuat penyimpangan sistemik, dan bukan mustahil telah terjadi praktik KKN yang terstruktur dan terselubung.

 

Penyebutan nama PPK dalam audit sebagai pelaku kelalaian administratif memperjelas adanya titik tanggung jawab personal, yang harus ditindaklanjuti secara hukum, bukan sekadar dengan “teguran tertulis”.

REKOMENDASI KRITIS:

1. KPK Harus Turun Tangan Audit internal telah cukup memberikan landasan awal untuk dilakukan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi, KPK sebaiknya melakukan tracking terhadap seluruh aliran dana proyek Islamic Center, terutama terhadap addendum anggaran tahun 2024–2025.

2. Gubernur Harus Bersikap Tegas Bila tidak ingin kehilangan kepercayaan publik, copot pejabat dinas terkait yang bertanggung Jawab.

3. Pansus DPRD harus dibentuk, dan audit investigatif dari BPK dihadirkan sebagai Wujud fungsi Pengawasan DPRD yang baik.

4. Transparansi Publik dan Keterbukaan Dokumen Seluruh dokumen kontrak, RAB, hasil pengawasan, dan progres fisik proyek harus diumumkan kepada publik melalui situs resmi Pemprov Jambi atau melalui keterbukaan informasi publik.

Penutup:

Islamic Center yang seharusnya menjadi simbol ketakwaan dan kemuliaan, justru menjadi saksi arogansi kekuasaan dan potensi penyalahgunaan wewenang. Selama proyek ini tidak dibongkar habis-habisan secara hukum dan administratif, jangan salahkan publik jika menganggap bangunan itu sebagai monumen kegagalan moral birokrasi. Sudah saatnya hukum berbicara bukan hanya teguran administratif, tapi pembuktian pidana dan keadilan anggaran. Tutupnya (Guh)