Sungai Penuh – Desakan warga Desa Sungai Ning agar Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) di Renah Padang Tinggi (RPT) ditutup semakin menguat. Mereka menilai keberadaan TPAS tersebut telah mencemari lingkungan dan membahayakan keselamatan, terutama saat hujan deras mengguyur dan sampah meluber ke sungai serta jalan nasional. Insiden terbaru, satu unit mobil terseret arus banjir bercampur sampah hingga masuk ke sungai.

 

Tanggapan hukum pun muncul dari praktisi hukum Viktorianus Gulo, S.H., M.H. Ia menegaskan bahwa perbuatan pembuangan sampah tidak pada tempatnya dapat dikategorikan sebagai tindakan ilegal, terlebih apabila mengakibatkan kerugian kepada korban.

 

“Perbuatan pembuangan sampah tidak pada tempatnya mempunyai konsekuensi hukum bagi pelakunya, apabila atas perbuatan itu mengakibatkan kerugian kepada korban,” ungkapnya, Sabtu (03/05/2025).

 

Menurutnya, pembuangan sampah secara sembarangan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, pencemaran lingkungan, dan bahkan membahayakan pengguna jalan jika sampah dibuang di tepi jalan.

 

“Oleh karena itu pembuangan sampah harus dilakukan pada tempatnya dan mekanisme pembuangan sampah telah dibuat dalam beberapa regulasi yang berlaku sekarang ini,” lanjutnya.

 

Ia mengutip Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengatur sanksi pidana bagi pelaku pembuangan sampah termasuk perusakan atau pencemaran lingkungan.

 

“Sebagaimana tersebut pada pasal 98 dan 90 diancam dengan pidana penjara 15 tahun dan denda 15 miliar,” jelasnya.

 

Tak hanya itu, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah juga mengatur ancaman pidana terhadap perbuatan membuang sampah tidak pada tempatnya, yakni pidana satu bulan sampai tiga bulan dan denda minimal satu miliar hingga maksimal tiga miliar rupiah.

 

“Apalagi membuang sampah di jalur jalan melanggar Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan dapat dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00,” tegasnya.

 

Ia juga mengingatkan bahwa regulasi lain terkait pembuangan sampah telah diatur di Peraturan Daerah Kota Sungai Penuh.

 

“Artinya bahwa akibat pembuangan sampah tidak pada tempatnya yang mengakibatkan kerugian, mengakibatkan kecelakaan, pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dapat dituntut secara pidana,” tambahnya.

 

Tak hanya pidana, korban juga bisa menempuh jalur hukum perdata.

 

“Selain tuntutan pidana, tuntutan perdata bisa juga diajukan oleh korban, karena menurut Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, setiap orang karena perbuatannya mengakibatkan kerugian kepada orang lain maka wajib untuk mengganti kerugian. Demikian juga pada Pasal 1366 karena kelalaiannya mengakibatkan kerugian dapat dituntut ganti rugi secara perdata,” paparnya.

Ia menambahkan, pembuktian bisa dilakukan dengan menyertakan bukti pencemaran seperti bau tidak sedap, kecelakaan, tanah longsor, atau banjir disertai dokumen, surat, video, atau rekaman yang menunjukkan dampak kepada masyarakat dan lingkungan.

 

“Yang bertanggung jawab adalah yang membuang sampahnya dan harus diketahui terlebih dahulu apakah orang tertentu, perusahaan atau pemerintah,” pungkasnya.

 

Sementara itu, tokoh pemuda Sungai Ning, Deki Hamdani, menyatakan kekhawatiran mendalam warganya.

 

“Setiap hujan turun, kami tidak bisa tidur nyenyak. Kami khawatir sampah dari TPAS longsor ke sungai yang mengalir ke desa kami,” ujarnya.

 

Ia menambahkan bahwa sungai yang tercemar tersebut merupakan sumber air utama bagi warga, digunakan untuk mandi, mencuci, bahkan konsumsi. Warga kini mendesak Pemerintah Kota Sungai Penuh mengambil langkah konkret menutup TPAS RPT dan mengatasi pencemaran sebelum menimbulkan dampak kesehatan serius. Pungkasnya (Guh)