Kerinci – Fenomena pemadaman listrik hampir di seluruh wilayah Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh melahirkan banyak sekali kontroversi. Mulai dari penyebab robohnya Tower SUTT milik PLN hingga perdebatan masyarakat mengenai kebenaran informasi tersebut.
Di sisi lain, sebelum terjadinya insiden robohnya Tower PLN. Perhatian masyarakat kerinci sedang terpusat pada Isu Listrik Gratis yang dibicarakan secara masif oleh kalangan akademisi, tokoh masyarakat hingga aktivis mahasiswa.
Listrik Gratis Menurut Akademisi Universitas Jambi (12/05/2025)
Tercatat di media ini, dari kalangan akademisi memberikan pandangan bahwa Listrik Gratis tidak mungkin untuk diberikan oleh pihak penyedia dan perusahaan pembangkit listrik dalam hal ini terkhususnya PLN dan PLTA Kerinci. Hal ini disampaikan langsung oleh Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi Ivan Fauzani, S.H., M.H ketika diminta pandangannya.
“Kalau persoalan PT PLTA akan memberikan fasilitas listrik gratis bagi masyarakat Kerinci dan Kota Sungai Penuh, itu kemungkinan tidak akan terjadi, karena tentu banyak anggaran yang harus dikeluarkan untuk mengoperasikan PLTA tersebut,” Terangnya pada Senin (12/05/2025).
Dirinya Juga menjelaskan bahwa “Masyarakat bisa menikmati fasilitas listrik dengan tarif lebih murah, dengan perjanjian Pemkab dan Pemkot serta masyarakat menjaga lingkungan Kerinci, terutama aliran sungai. Tanpa aliran sungai dari titik-titik di Kerinci dan Kota Sungai Penuh, maka PLTA tidak akan berjalan normal,” tambahnya.
Dari sisi hukum, pemberian listrik gratis atau diskon khusus tidak serta-merta dapat diwujudkan tanpa dasar regulasi dan mekanisme yang jelas. Secara umum, ketentuan mengenai penyediaan dan distribusi tenaga listrik diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, yang menyebutkan bahwa kelistrikan adalah sektor vital yang dikuasai negara dan diselenggarakan oleh pemerintah serta badan usaha.
Dalam pelaksanaannya, badan usaha seperti PT PLTA KMH biasanya menjual listriknya kepada PT PLN, yang kemudian menjadi pihak yang mendistribusikan kepada masyarakat.
Karena PT PLTA KMH bukanlah penyedia langsung ke masyarakat, maka untuk menghadirkan listrik gratis atau tarif khusus diperlukan kerja sama antara tiga pihak, yakni PT PLTA KMH, PLN, dan pemerintah daerah. Hal ini bisa difasilitasi melalui renegosiasi kontrak atau perjanjian tambahan (addendum) yang mengatur alokasi khusus, subsidi, atau kompensasi.
Tokoh Masyarakat Desak Kompensasi Listrik Gratis Direnegosiasi (12/05/2025)
Menjelang peresmian operasional, muncul desakan kuat dari berbagai tokoh masyarakat agar warga sekitar turut menikmati manfaat nyata dari proyek tersebut, khususnya dalam bentuk fasilitas listrik gratis.
Tokoh masyarakat Kerinci, Fesdiamon, menyuarakan pentingnya renegosiasi antara pemerintah daerah dan pihak pengembang agar ada alokasi khusus bagi masyarakat lokal
“Masyarakat Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh harus menerima manfaat listrik dari PT PLTA KMH. Selain itu, soal listrik gratis, sudah lama saya suarakan. Harapan kita, sebelum serah terima, ada renegosiasi yang dilakukan oleh pemerintah dengan pihak PLTA, terutama untuk menegosiasikan listrik gratis untuk masyarakat Kerinci dan Sungai Penuh,” ujarnya, Senin (12/05/2025).
Fesdiamon juga menegaskan perlunya langkah cepat dari Pemerintah Kabupaten Kerinci dan Pemerintah Kota Sungai Penuh dalam melakukan renegosiasi dengan pihak PLTA. Menurutnya, hal ini penting demi menjamin keberlanjutan kemajuan daerah dan menciptakan hubungan yang adil antara masyarakat dan proyek nasional yang dibangun di wilayah mereka.
“Ini penting sekali demi keberlangsungan kemajuan daerah, serta tumbuh kembangnya PLTA di kemudian hari. Pemerintah harus proaktif melakukan renegosiasi sebelum dilakukannya serah terima antara pihak PLTA dan pemerintah. Sehingga ada kepastian bahwa masyarakat Kerinci–Sungai Penuh dapat sama-sama menikmati listrik yang dihasilkan dari potensi daerah,” ujarnya.
Tidak Hanya Listrik Gratis, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Menggugat Kompensasi Kerusakan Lingkungan (16/05/2025)
Ketua Umum HMI Cabang Kerinci Sungai Penuh Edilan Kurniawan, menyampaikan sikap tegas organisasinya terhadap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kerinci Merangin Hidro (KMH) yang berada di bawah naungan PT KALLA Group.
Dalam pernyataannya, Edilan mengungkapkan bahwa HMI Cabang Kerinci Sungai Penuh secara jelas menolak kehadiran PLTA tersebut.
“Sebetulnya HMI Cabang Kerinci Sungai Penuh menolak kehadiran PLTA KMH di bawah naungan PT KALLA Group, karena kondisi aliran sungai yang dari hulu dan hilir bermasalah seperti di daerah hulu ada galian C yang membuat sungai menjadi tercemar ditambah lagi dengan penyumbatan aliran sungai di PLTA Kerinci sehingga menyebabkan Kerinci dan Sungai Penuh mengalami banjir pada awal tahun 2024, sehingga menyebabkan bencana besar pada saat itu,” tegas Edilan pada Jumat (16/05/2025).
Lebih lanjut, Edilan menyoroti kurangnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan pengoperasian proyek. Ia menilai bahwa pihak PLTA belum menunjukkan itikad baik untuk mendengarkan aspirasi masyarakat, apalagi melakukan sosialisasi secara menyeluruh.
“PLTA KMH harus segera menyambut apa yang diinginkan oleh masyarakat, tak hanya persoalan listrik gratis, PLTA juga harus bertanggung jawab atas kondisi daerah yang ada di Kerinci dan Sungai Penuh, seperti kondisi sungai, serta infrastruktur lainnya, dan HMI akan turun ke jalan untuk mengadakan aksi jika tidak ada itikad baik dari PLTA untuk segera melakukan sosialisasi kepada masyarakat sebelum dioperasikan,” tutup Edilan Kurniawan.
Esok Hari, Isu Listrik Gratis Disambut Pemadaman Berhari-hari karena Tower SUTT Mendadak Roboh (17/05/2025)
Informasi yang diperoleh, bahwa telah terjadi insiden sebuah tower Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) roboh di daerah Muara Hemat, Kecamatan Batang Merangin, akibat cuaca buruk yang melanda wilayah tersebut sejak pukul 01.00 WIB Sabtu Dinihari (17/5/2025).
Namun informasi tersebut diragukan banyak pihak, PLN menyebutkan bahwa robohnya tower disebabkan oleh angin kencang yang melanda wilayah Muara Emat. Penjelasan ini justru memunculkan keraguan dan spekulasi di tengah masyarakat. Banyak yang menilai bahwa alasan tersebut terlalu sederhana dan belum didukung oleh bukti yang meyakinkan.
Merespons keresahan publik, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kerinci Sungai Penuh Edilan Kurniawan, meminta aparat penegak hukum (APH) segera turun tangan untuk menyelidiki insiden tersebut.
“Simpang siurnya informasi ini terjadi karena minimnya kepercayaan publik terhadap PLN. Jika penjelasan soal robohnya tower SUTT memang logis dan dapat dibuktikan, tentu narasi-narasi negatif tidak akan berkembang,” tegas Edilan, Senin (19/05/2025).
Ia menilai, penyelidikan yang terbuka dan transparan sangat penting untuk mengungkap kebenaran serta memberikan kejelasan kepada masyarakat.
Listrik Gratis Vs Listrik Padam
Sebelum insiden tower roboh, diskursus di masyarakat Kerinci tengah menghangat terkait desakan agar masyarakat lokal mendapat kompensasi dalam bentuk listrik gratis.
Tuntutan ini tidak muncul dalam ruang hampa, tetapi sebagai respons atas keberadaan proyek nasional PLTA KMH yang secara geografis berada di wilayah mereka. Para tokoh masyarakat, akademisi, hingga aktivis mahasiswa bersuara lantang menyuarakan aspirasi yang sama, bahwa masyarakat Kerinci layak mendapatkan manfaat langsung dari proyek yang telah mengubah wajah lingkungan mereka.
Di sisi lain, organisasi mahasiswa seperti HMI Cabang Kerinci-Sungai Penuh justru menempuh jalur yang lebih radikal dengan menyatakan penolakan atas keberadaan PLTA KMH itu sendiri. Mereka menuding proyek ini telah menyebabkan kerusakan lingkungan, termasuk pencemaran sungai dan banjir besar yang terjadi pada awal tahun 2024. Penolakan ini mempertegas bahwa permasalahan yang timbul bukan hanya terkait tarif listrik, tetapi juga menyentuh aspek keadilan ekologis dan partisipasi publik.
Menurut mereka, proyek yang bersifat nasional harus dijalankan dengan keterlibatan masyarakat lokal sejak tahap perencanaan. Kurangnya sosialisasi, transparansi, serta penanganan dampak lingkungan telah membentuk narasi bahwa PLTA KMH tidak berpihak pada kepentingan rakyat Kerinci.
Situasi menjadi lebih kompleks ketika tiba-tiba tower SUTT milik PLN roboh pada 17 Mei 2025. Alasan resmi dari pihak PLN adalah cuaca buruk dan angin kencang. Namun, peristiwa ini justru memperkuat kecurigaan publik bahwa ada kemungkinan sabotase atau manuver tertentu yang berkaitan dengan tensi politik dan sosial di sekitar proyek PLTA.
Kecurigaan ini bukan tanpa alasan. Ketika isu listrik gratis menguat dan tekanan publik meningkat, justru terjadi pemadaman total yang membuat masyarakat kembali terpuruk. Bagi sebagian kalangan, ini bukan kebetulan, melainkan momentum yang terlalu “tepat” untuk dianggap wajar. Ketua HMI, Edilan Kurniawan, bahkan meminta aparat penegak hukum untuk menyelidiki secara terbuka dan menyeluruh peristiwa tersebut. Baginya, simpang siur informasi adalah konsekuensi dari rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi publik, termasuk PLN.
Kisruh antara isu listrik gratis dan insiden pemadaman masif di Kerinci menunjukkan adanya ketegangan struktural antara proyek pembangunan nasional dan aspirasi masyarakat lokal. Di satu sisi, pembangunan PLTA dimaknai sebagai bentuk kemajuan energi nasional berbasis sumber daya terbarukan. Di sisi lain, masyarakat yang terdampak langsung merasa tidak diikutsertakan dan tidak memperoleh manfaat yang setimpal.
Terlepas dari penyebab sebenarnya, fenomena ini menjadi simbol dari runtuhnya kepercayaan publik terhadap sistem. Ini bukan semata soal tiang listrik yang jatuh, melainkan runtuhnya narasi “pembangunan untuk rakyat” yang belum mampu menjawab keresahan masyarakat bawah.