Kerinci – Di balik prestasi dan kerendahan hatinya, Dzikril Ikhsan menyimpan kisah yang lahir dari desa kecil nan asri di Kabupaten Kerinci, yaitu Koto Majidin. Desa yang dikelilingi perbukitan dan hamparan sawah ini bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga tempat di mana nilai-nilai perjuangan, kesederhanaan, dan semangat pendidikan pertama kali tumbuh dalam dirinya.
Sebagai anak ketiga dari lima bersaudara, Dzikril dibesarkan dalam keluarga petani. Kedua orang tuanya, meski hanya berprofesi sebagai petani biasa, memiliki visi besar: menyekolahkan anak-anak mereka setinggi mungkin. Dua kakak laki-laki Dzikril merupakan alumni pondok pesantren, bahkan satu di antaranya menyelesaikan pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor, salah satu pesantren paling bergengsi di Indonesia.
“Di desa kami, mayoritas masyarakat menggantungkan hidup dari bertani dan mengelola sawah. Tapi dari kesederhanaan itu, orang tua saya selalu menanamkan semangat bahwa pendidikan bisa mengubah masa depan,” ujar Dzikril.
Suasana desa yang sejuk, dan kicau burung di pagi hari, menjadi saksi bisu perjuangan Dzikril dari kecil. Setiap langkah kakinya menuju sekolah, adalah bagian dari proses panjang yang akhirnya membentuk karakter tangguhnya hari ini.
Kini, Dzikril sedang menempuh semester 7 di jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) IAIN Kerinci. Ia juga dipercaya menjabat sebagai Ketua Forum Mahasiswa KIP-K (Forma KIP-K) periode 2025–2026. Namanya mulai dikenal setelah artikelnya berhasil dimuat dalam jurnal nasional terakreditasi milik UIN Saizu. Artikel tersebut membuka peluang besar baginya untuk lulus tanpa menulis skripsi, sesuai kebijakan yang berlaku di kampus.
Di luar kegiatan akademik, Dzikril tetap aktif dalam berbagai kegiatan keagamaan, terutama bidang MTQ. Ia pernah menjuarai cabang syarhil Qur’an di tingkat kabupaten, dan rutin mengikuti lomba tartil serta tilawah.
Semangatnya tidak datang dari gedung-gedung tinggi, tapi dari sawah yang mengajarkannya kesabaran, dari bukit yang mengajarkannya keteguhan, dan dari keluarga yang mengajarkannya keikhlasan.
“Saya besar di desa, tapi saya tidak mau berhenti di sana. Saya ingin membawa nama Koto Majidin ke tempat-tempat yang lebih tinggi, agar anak-anak desa percaya bahwa mereka juga bisa,” kata Dzikril penuh keyakinan.
Kisah Dzikril bukan hanya tentang pendidikan, tapi tentang harapan bahwa dari desa kecil pun, cahaya besar bisa lahir.
Bersambung ke Episode 3…