Jambi -Dalam beberapa tahun terakhir, arah pembangunan di Provinsi Jambi semakin sering dipertanyakan. Berbagai kebijakan yang diambil pemerintah provinsi dinilai tidak sepenuhnya berpihak pada kepentingan rakyat.
Iin habibi ketua Pemuda Melayu Jambi mengatakan Jambi semakin suram Alih-alih menghadirkan solusi atas persoalan mendasar masyarakat—mulai dari infrastruktur dasar, kesejahteraan petani, hingga pengelolaan lingkungan—kebijakan yang muncul justru sering kali berjarak dari kebutuhan nyata di lapangan.
Program pembangunan yang digadang-gadang sebagai terobosan kerap tidak menyentuh kelompok yang paling membutuhkan. Banyak masyarakat mengeluhkan bahwa kebijakan yang seharusnya mendukung ekonomi rakyat kecil malah lebih menguntungkan pihak tertentu yang sudah mapan.
Tidak sedikit pula proyek pembangunan yang berjalan tanpa perencanaan matang, hingga akhirnya meninggalkan persoalan baru: jalan rusak yang tak kunjung diperbaiki, layanan publik yang stagnan, dan tata kelola yang terkesan tidak transparan.
Pembangunan Ruang Terbuka Hijau yang mengunakan APBD Provinsi Jambi tahun 2022 senilai 35 Milyar tidak sesuai sebagaimana di rencanakan hingga hari ini tidak jelas azas manfaatnya, di tambah lagi Pembangunan Stadion Bola Jambi dengan skema Multiyears dengan mengunakan APBD 2022-2024 sebesar 275 Milyar hingga hari ini juga tak kunjung selesai dan memberi azas manfaat pada masyarakat.
Kemudian juga pada sektor lingkungan, eksploitasi sumber daya alam terus berlangsung tanpa pengawasan memadai. Masyarakat sekitar wilayah terdampak merasakan langsung kerugian akibat konflik lahan, kerusakan ekosistem, dan berkurangnya ruang hidup. Namun suara mereka sering kali kurang diperhatikan dalam proses pengambilan keputusan. Akibatnya, rasa ketidakadilan tumbuh semakin besar.
Pada sektor pendidikan juga baru-baru ini di hebohkan kasus korupsi pada dinas pendidikan provinsi Jambi kerugian negara hingga 21 Milyar, demikian juga pada sektor pelayanan kesehatan khususnya pada RSUD raden mattaher yang di ketahui mengalami kekosongan obat, dan memiliki hutang obat hingga 80 Milyar pada pihak ketiga di tambah lagi pelayanan kesehatan yang sering bermasalah pada pasien rumah sakit.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa arah pembangunan Jambi semakin bergerak ke jalur yang tidak jelas. Alih-alih membawa perubahan menuju kesejahteraan, banyak kebijakan justru menambah rasa pesimis masyarakat terhadap masa depan provinsi ini. Jika pola kebijakan seperti ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin Jambi akan tertinggal dari daerah lain yang lebih serius membangun fondasi kemajuan bersama rakyat.
Ketika suara warga tidak menjadi landasan utama, rasa ketidakpuasan pun sulit dihindari. Banyak orang merasa kebijakan dibuat dari atas ke bawah tanpa melibatkan mereka yang paling merasakan dampaknya. Situasi ini menimbulkan kesan bahwa arah pembangunan tidak memiliki kompas yang benar-benar berpihak pada kebutuhan rakyat.
Harapannya, pemerintah dapat membuka ruang partisipasi publik lebih luas, melakukan kajian sosial secara menyeluruh, serta memastikan setiap kebijakan memiliki manfaat nyata bagi masyarakat. Tanpa itu, pembangunan hanya akan berjalan di atas kertas—bukan di hati dan kehidupan warga yang seharusnya menjadi penerima manfaat utama.
Langkah-langkah strategis pemerintah jambi dibutuhkan, agar arah kebijakan harus berbasis pada kebutuhan masyarakat bukan pada keinginan dari oemerintah itu sendiri. Tutupnya. (*)

