TEBO – Komisi III DPRD Kabupaten Tebo, Jambi, menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Gerakan Mahasiswa Kabupaten Tebo (Gemakato) dan perusahaan pemegang konsesi hutan, PT Alam Bukit Tigapuluh (ABT), Senin (4/8/2025). Agenda ini membahas kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang terus berulang di kawasan konsesi PT ABT selama dua tahun terakhir.
Rapat dipimpin langsung oleh Ketua Komisi III, Dimas, serta dihadiri perwakilan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait seperti BPBD, Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Damkartan), Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan, serta Camat Sumay. Dalam forum tersebut, Ketua Gemakato David Jaya menyampaikan dugaan pembiaran kebakaran oleh pihak perusahaan.
“PT ABT mengklaim menjaga hutan, tetapi faktanya dalam dua tahun terakhir selalu ada kebakaran di dalam wilayah konsesi mereka. Bahkan, ada informasi mantan pekerja perusahaan ini ditangkap di Jambi karena menjual satwa dilindungi,” ungkap David dalam forum.
Menanggapi tudingan tersebut, General Manager PT ABT, Muhammad Taufik Hidayat, membenarkan bahwa sempat terjadi kebakaran, namun menegaskan bahwa lahan yang terbakar adalah kebun sawit milik warga, bukan hutan yang dikelola oleh perusahaan. Ia juga menyatakan bahwa pelaku penjualan satwa bukan lagi bagian dari perusahaan saat kejadian terjadi.
“Ada warga yang dengan sengaja membakar lahan lalu melarikan diri. Karena kami pemegang izin, tim kami yang turun langsung memadamkan api,” jelas Taufik. “Terkait pelaku perdagangan satwa, orang itu sudah bukan karyawan kami ketika ditangkap,” tambahnya.
Usai mendengarkan keterangan dari semua pihak, Komisi III DPRD Tebo menyimpulkan lima poin penting, salah satunya merekomendasikan pencabutan izin PT ABT apabila terbukti lalai dalam upaya pencegahan dan penanggulangan Karhutla. DPRD juga meminta perusahaan menyediakan lima unit mobil pemadam dalam enam bulan ke depan.
Selain itu, PT ABT diminta menyerahkan laporan lengkap terkait aktivitas perambahan hutan serta bukti tindakan tegas terhadap eks karyawan yang terlibat dalam kasus satwa dilindungi. Kesimpulan ini menjadi sorotan serius atas peran perusahaan dalam perlindungan lingkungan dan keselamatan kawasan hutan dari ancaman kebakaran.***