KERINCI – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sungai Penuh secara resmi menaikkan status dugaan skandal jual beli lahan di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) ke tahap penyidikan. Kasus ini disinyalir melibatkan jaringan yang memfasilitasi penerbitan dokumen palsu di kawasan konservasi vital, berpotensi menimbulkan kerugian negara yang besar, baik secara finansial maupun ekologis.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Sungai Penuh, Yogi Purnomo, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Balai TNKS serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jambi guna memperkuat data dan informasi yang dikumpulkan.
“Pihak Kejaksaan Negeri Sungai Penuh telah mengumpulkan berbagai keterangan dan dokumen, serta berkoordinasi dengan Balai TNKS dan BPKP Jambi terkait adanya indikasi penjualan lahan TNKS yang dapat merugikan keuangan negara,” ujar Yogi, Senin (15/12/2025).
Dalam penyelidikan awal, mantan Kepala Desa di Kecamatan Gunung Raya, Kabupaten Kerinci, berinisial M (Ex Kepala Desa Baru Lempur), dan pimpinan dari salah satu perusahaan, (S) (PT CGC), telah dimintai keterangan sebagai saksi. Kasus ini menyoroti bagaimana pihak berkepentingan memanfaatkan celah administrasi untuk menguasai hutan konservasi.
Saat ini, penyidik Kejari Sungai Penuh sedang berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jambi untuk melakukan audit investigatif dan menghitung nilai pasti Kerugian Keuangan Negara (PKKN) akibat tindakan ilegal ini.
Skandal ini sontak mendapat reaksi keras dari komunitas lingkungan setempat. Muhammad Alvikri Ramadhan, Ketua Forum Pemuda Peduli Lingkungan dan Hutan (For Pulih), meminta Kejaksaan untuk tidak berhenti pada pelaku lapangan.
“Kami dari For Pulih mengecam keras praktik jual beli kawasan TNKS! Ini bukan hanya kejahatan administratif, tapi kejahatan lingkungan yang merusak warisan dunia dan masa depan generasi. Hutan konservasi adalah aset vital bangsa, bukan komoditas oknum bermodal,” kata Alvikri dengan nada tegas, Selasa (16/12).
Lebih lanjut, Alvikri mendesak agar penyelidikan diperluas, mencakup kemungkinan keterlibatan oknum dari lembaga pengelola kawasan.
“Kami meminta aparat penegak hukum, terutama Kejaksaan Negeri Sungai Penuh, untuk menindak kasus ini secara tegas dan tanpa pandang bulu. Jangan berhenti pada mantan kades atau pelaksana lapangan, tapi usut tuntas siapa pun aktor intelektual, pemodal, dan oknum-oknum berwenang yang terlibat, termasuk jika ada indikasi pembiaran. Jangan biarkan mereka yang merusak alam Kerinci lolos!” pungkasnya, menekankan pentingnya transparansi dalam proses hukum ini.
Kasus ini diperkirakan akan menjadi sorotan utama penegakan hukum di Jambi, mengingat status TNKS sebagai salah satu kawasan konservasi terbesar di Sumatera yang dilindungi secara nasional dan internasional. (*)

