Kerinci Penangkapan seorang oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang juga diketahui merangkap sebagai wartawan, berinisial FNE, pada Jumat, 30 Mei 2025, menggegerkan publik Kota Sungai Penuh. Aksi penangkapan yang dilakukan di depan Pasar Beringin Jaya ini viral di media sosial lantaran FNE diduga melakukan pemerasan terhadap sejumlah kepala desa (kades) di wilayah tersebut.

Kasat Reskrim Polres Kerinci, AKP Very Prasetyawan, membenarkan adanya kasus tersebut dan menjelaskan bahwa FNE telah melakukan pemerasan terhadap empat kepala desa di Kota Sungai Penuh.

“Memang benar pelaku melakukan pemerasan terhadap 4 Kades yang ada di Kota Sungai Penuh yaitu Kades Lawang Agung, Kades Pelayang Raya, Kades Permanti, serta Kades Sungai Akar. Pelaku ditangkap oleh tim Reskrim Polres Kerinci pada pukul 17.30 di depan Pasar Beringin Jaya, dan terjerat Pasal 368 dengan ancaman 9 tahun penjara,” ungkap AKP Very Prasetyawan.

Respons Warga: Tak Hanya Soal Pemerasan, Tapi Juga Transparansi Dana Desa

Kabar penangkapan tersebut mengundang beragam reaksi dari masyarakat. Salah satu warga Kerinci, Rizki, menyampaikan bahwa kasus ini seharusnya menjadi bahan refleksi terhadap sistem pengawasan dan pengelolaan dana desa.

“Kejadian ini menimbulkan tanda tanya besar. Di satu sisi, penegakan hukum kepada pelaku pemerasan harus dilakukan. Namun di sisi lain tersimpan masalah besar yang seharusnya bisa diselesaikan dengan benar,” ujar Rizki.

Rizki menambahkan bahwa peran LSM dalam mengawasi penggunaan anggaran desa sebenarnya penting, dan tidak sepenuhnya bisa disalahkan ketika terjadi dugaan penyimpangan.

“Kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan oknum LSM dan wartawan yang memanfaatkan ketakutan para kepala desa. Dalam hal ini, para kades seharusnya tidak perlu takut, jika memang benar tidak terjadi penyimpangan,” jelasnya.

Sementara itu, Fahri, warga Kota Sungai Penuh lainnya, mengajak masyarakat untuk tidak hanya melihat persoalan ini dari sisi tindak pidana pemerasan semata, melainkan juga menyentuh akar masalah tata kelola keuangan desa.

“Persoalan ini harus kita pandang secara luas, tidak menyempitkan hanya semata tindak pidana pemerasan. Tapi mata rantai korupsi di desa yang mesti diselesaikan. Saya yakin jika pemerintah desa bersih dari penyimpangan, hal sedemikian tidak akan terjadi,” ungkap Fahri.

Lebih lanjut, Fahri juga menantang pihak Inspektorat untuk membuka hasil audit desa kepada publik guna menciptakan transparansi.

“Saya menantang pemerintah, dalam hal ini pihak Inspektorat, membuka ke publik hasil audit pemerintahan desa selama ini. Ini adalah salah satu solusi agar fenomena pemerasan tidak terjadi lagi di Kerinci dan Sungai Penuh,” tutupnya. (Guh)