Kerinci – Pemadaman listrik yang melanda Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh dalam beberapa hari terakhir tidak hanya menyebabkan lumpuhnya aktivitas masyarakat, tetapi juga memunculkan kegelisahan yang mendalam terkait penyebab insiden tersebut. Salah satu tower Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) di kawasan Muara Emat dilaporkan roboh, mengakibatkan gangguan besar terhadap pasokan listrik di wilayah tersebut.

Pihak terkait, termasuk PLN, menyebutkan bahwa robohnya tower disebabkan oleh angin kencang yang melanda wilayah Muara Emat. Namun, penjelasan ini justru memunculkan keraguan dan spekulasi di tengah masyarakat. Banyak yang menilai bahwa alasan tersebut terlalu sederhana dan belum didukung oleh bukti yang meyakinkan.

Merespons keresahan publik, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kerinci Sungai Penuh, Edilan Kurniawan, meminta aparat penegak hukum (APH) segera turun tangan untuk menyelidiki insiden tersebut.

“Simpang siurnya informasi ini terjadi karena minimnya kepercayaan publik terhadap PLN. Jika penjelasan soal robohnya tower SUTT memang logis dan dapat dibuktikan, tentu narasi-narasi negatif tidak akan berkembang,” tegas Edilan, Senin (19/05/2025).

Ia menilai, penyelidikan yang terbuka dan transparan sangat penting untuk mengungkap kebenaran serta memberikan kejelasan kepada masyarakat.

“Kami meminta Polres Kerinci untuk segera menyelidiki peristiwa ini. Jika penyebab robohnya tower bisa dipastikan, maka masyarakat bisa mengambil langkah hukum yang tepat,” tutupnya.

Edilan juga menekankan pentingnya tanggung jawab dan keterbukaan dari pihak-pihak terkait agar kepercayaan publik dapat dipulihkan dan potensi kerugian masyarakat dapat diminimalkan.

Pada keterengan lainnya, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Provinsi Jambi, Ibnu Kholdun, S.H., M.H., menyampaikan pandangannya. Ia menekankan bahwa PLN selaku pelaku usaha wajib memberikan penjelasan yang benar dan transparan kepada publik.

“Di dalam ketentuan Undang-undang perlindungan konsumen juga dijelaskan bahwa pelaku usaha itu berkewajiban memberikan informasi yang benar, yang jelas tentang suatu keadaan. PLN dalam hal ini harus memberikan informasi yang jelas. Dengan adanya informasi yang jelas maka akan mengurangi atau menghilangkan pikiran yang negatif dari konsumen,” ujarnya saat dikonfirmasi pada Minggu (18/05/2025).

Lebih jauh, Ibnu menilai bahwa pemadaman listrik yang terjadi telah menimbulkan kerugian nyata bagi masyarakat dan oleh karena itu pihak PLN tidak bisa hanya berdiam diri. “Pemadaman listrik ini kan jelas menimbulkan dampak kerugian bagi masyarakat, seharusnya pihak manajemen PLN mengambil langkah penanggulangan,” tegasnya.

Menurutnya, kejadian ini seharusnya dapat dicegah apabila PLN menjalankan fungsi pemeliharaan dan pengawasan dengan baik terhadap aset negara yang mereka kelola. “Seharusnya memang ada pengecekan, mereka punya kewajiban untuk melakukan pemeliharaan. Itukan aset negara,” tambahnya.

Menanggapi dugaan bahwa insiden ini disebabkan oleh bencana alam, Ibnu menjelaskan pentingnya membedakan antara force majeure dan kelalaian. “Kalau bencana, itu namanya keadaan kahar atau force majeure. Itu di luar kemampuan manusia, jadi tidak bisa diminta pertanggungjawaban. Tapi kalau kelalaian bisa diminta pertanggungjawaban,” ujarnya lagi.

Dalam konteks pertanggungjawaban hukum, Ibnu membuka peluang bagi masyarakat yang merasa dirugikan untuk menempuh jalur hukum. Ia menyebutkan bahwa bentuk gugatan kolektif atau class action dapat menjadi salah satu opsi yang sah secara hukum.

“Dikenal dengan gugatan Class Action, gugatan itu adalah gugatan masyarakat yang dirugikan secara kolektif. Gugatan ini lah yang nanti menghitung semua kerugian, kerugiannya per hari berapa, akibat kerusakannya berapa,” jelasnya.

Namun demikian, ia juga menegaskan bahwa langkah hukum secara individual pun tetap dimungkinkan sepanjang kerugian yang dialami benar-benar dapat dibuktikan.

“Secara personal juga bisa untuk menuntut, yang penting kerugian itu memang benar-benar dapat dibuktikan,” tutupnya.