Jambi – Tragedi penikaman yang terjadi di kawasan Pasar Angso Duo, Kamis, 1 Mei 2025, kini berbuntut panjang. Bukan hanya duka atas kehilangan nyawa, keluarga korban kini juga harus menanggung beban akibat tudingan miring yang menyebut almarhum sebagai preman dan tidak membayar makanan sebelum insiden berdarah itu terjadi.
“Tolong jangan cemarkan nama baik anak saya. Dia bukan preman seperti yang dituduhkan,” tutur ibu korban, dengan mata berkaca-kaca saat diwawancarai di rumah duka pada Jumat, 9 Mei 2025.
Menurut keterangan keluarga, korban dikenal sebagai sosok yang tenang dan bertanggung jawab. Ia sehari-hari bekerja di counter handphone miliknya sendiri, bernama Arsya Cell. Nama itu, menurut istri korban, diambil dari nama anak mereka.
“Saya mohon, jangan lagi ada yang menyebar fitnah. Kami tidak terima kalau suami saya dituduh macam-macam. Kami ini korban, bukan pelaku,” katanya tegas.
Pihak keluarga juga memastikan bahwa korban sempat menghubungi sekuriti pasar bernama Feri untuk meminta bantuan saat pertikaian dengan pelaku mulai memanas. Sayangnya, Feri yang berniat melerai malah ikut terkena sabetan senjata tajam.
“Saya hanya ingin melerai. Tapi malah saya yang ditusuk juga. Saya dijahit hampir 30 jahitan,” kata Feri, sembari menunjukkan bekas luka yang masih dibalut perban.
Pelaku disebut menggunakan senjata tajam yang bukan merupakan alat potong pempek pada umumnya. Seorang saksi di lokasi mengatakan, “Itu bukan pisau dapur. Panjang dan sangat tajam. Kami semua kaget melihatnya.”
Keluarga juga mengonfirmasi bahwa laporan resmi telah diteruskan ke pihak Polresta Jambi. Mereka menuntut agar pelaku dijatuhi hukuman yang paling berat dan seadil-adilnya.
“Sudah jelas ini pembunuhan. Kami minta keadilan ditegakkan,” tegas ibu korban, dikutip dari Orasi.id.
Secara hukum, kasus ini dapat dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, serta Pasal 351 ayat (3) KUHP terkait penganiayaan yang menyebabkan kematian. Sementara untuk tudingan dan fitnah yang beredar luas di media sosial, keluarga mengingatkan bahwa hal tersebut bisa dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua UU ITE.
Warga sekitar pun membantah anggapan bahwa korban adalah preman. “Saya sering lihat dia. Orangnya baik dan sopan. Bukan tipe pembuat onar,” ucap Ismira, salah satu warga yang tinggal tak jauh dari lokasi kejadian.
Kesaksian serupa juga disampaikan warga lainnya. “Orang sini tahu siapa dia. Tidak pernah ada masalah sebelumnya,” katanya.
Dengan luka yang belum sembuh dan fitnah yang terus bergulir, keluarga korban kini hanya berharap pada keadilan hukum. “Kami mohon jangan tambah luka kami dengan kata-kata yang tidak benar. Biarlah hukum yang bicara,” ujar istri korban mengakhiri pernyataannya.